Fenomena Kegagalan Konversi Sistem di Suatu Organisasi
Konversi sistem merupakan tahapan yang digunakan
untuk mengoperasikan sistem baru dalam rangka menggantikan sistem lama atau
proses pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Derajat kesulitan dan kompleksitas
dalam pengkoversian dari sistem lama ke baru tergantung pada sejumlah faktor.
Jika sistem baru merupakan paket perangkat lunak terbungkus (canned)
yang akan berjalan pada komputernya yang baru, maka konversi akan relatif lebih
mudah. Sementara jika konversi memanfaatkan perangkat lunak terkustomisasi
baru, database baru, perangkat komputer dan perangkat lunak kendali baru,
jaringan baru dan perubahan drastis dalam prosedurnya, maka konversi menjadi
agak sulit dan menantang.
Sering kali organisasi melakukan kesalahan dalam
melakukan pengalihan dari suatu sistem lama ke sistem baru (konversi sistem),
dan hal ini tentunya dapat berakibat fatal bagi organisasi. Fenomena ini
terjadi karena dengan adanya perubahan dari sistem lama ke sistem baru maka
akan terjadi keadaan dimana karyawan menghadapi masa transisi, yaitu keharusan
menjalani adaptasi yang dapat berupa adaptasi teknikal (skill, kompetensi,
proses kerja), kultural (perilaku, mind set, komitment) dan politikal
(munculnya isu efisiensi karyawan/PHK, sponsorship/dukungan top
management). Dengan adanya ketiga hal ini maka terjadi saling tuding di
dalam organisasi, dimana manajemen puncak menyalahkan bawahan yang bertanggung
jawab, konsultan, vendor bahkan terkadang peranti teknologi informasi itu sendiri.
Penyebab kegagalan ini juga dapat berasal dari
tiga stakeholder utama organisasi/perusahaan, yaitu manajemen, vendor
dan user. Kurangnya dukungan dan komitmen dari pimpinan puncak dan
manajemen perusahaan, sehingga inisiatif sistem baru yang digulirkan berjalan
dengan tersendat-sendat menyebabkan terjadinya kegagalan konversi sistem.
Selain itu, perencanaan yang disusun oleh pihak manajemen buruk, sehingga
ketika ingin dieksekusi mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Faktor
kegagalan konversi sistem yang disebabkan oleh vendor adalah kurangnya
pengalaman dari vendor maupun orang yang ditugaskan untuk
mengimplementasikan sistem baru tersebut terutama untuk ruang lingkup penugasan
serupa di industri yang sejenis. Vendor terkadang juga melakukan
kesalahan dalam usaha membantu manajemen dalam mendefinisikan kebutuhannya,
sehingga ketika sistem baru tersebut diterapkan, tidak memberikan hasil
sebagaimana yang diharapkan oleh para stakeholder terkait. Sementara
dari pihak user, diketahui bahwa kegagalan konversi sistem umumnya
disebabkan oleh ketidakinginan user untuk merubah cara kerja dalam
beraktivitas sehari-hari, sehingga selalu menentang segala bentuk aplikasi
sistem baru tersebut, yang pada dasarnya membutuhkan keinginan dan kemampuan
untuk bekerja dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Tinggi rendahnya resiko keberhasilan proses
konversi sistem informasi sangat dipengaruhi oleh lima aspek, yaitu aspek data,
aspek aplikasi, aspek teknologi, aspek manusia, dan aspek kebijakan. Untuk
memperkecil resiko yang ada, maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai
berikut.
- Lihat kembali dan koreksi visi yang ingin di bangun, pelajari implementasi apa yang belum maksimal dan latih sumber daya manusia agar mampu mengoptimalkan peranti yang sudah dibeli. Hal ini hanya akan mungkin untuk dilaksanakan apabila pimpinan perusahaan mengetahui tentang teknologi informasi, sehingga lebih paham apa yang ingin dicapai perusahaannya dengan mengaplikasikan teknologi informasi ini.
- Harus menciptakan sinergisme diantara subsistem-subsistem yang mendukung pengoperasian sistem, sehingga akan terjadi kerjasama secara terintegrasi diantara subsistem-subsistem ini. Biasanya para perancang sistem ini akan mulai pada tingkat perusahaan, selanjutnya turun ke tingkat-tingkat sistem.
- Para perancang sistem informasi harus menyadari bagaimana rasa takut di pihak pegawai maupun manajer dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proyek pengembangan dan sistem operasional. Manajemen perusahaan, dibantu oleh spesialis informasi, dapat mengurangi ketakutan ini dan dampaknya yang merugikan dengan mengambil empat langkah, yaitu: 1) menggunakan komputer sebagai suatu cara mencapai peningkatan pekerjaan (job enhancement); 2) Menggunakan komunikasi awal untuk membuat pegawai terus menyadari maksud perusahaan; 3) Membangun hubungan kepercayaan antara pegawai, spesialisasi informasi dan manajemen; dan 4) Menyelaraskan kebutuhan pegawai dengan tujuan perusahaan.
- Agar kesalahan konversi sistem lama ke sistem baru tidak terjadi, maka: sistem yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan user; user training diberikan secara lengkap, terpadu, mudah dipahami oleh end user dan harus menarik; komputerisasi perlu dibarengi dengan bussiness re-engineering process agar terjadi efisisiensi dan efektivitas operasi dalam perusahaan; dan conversion method harus ditetapkan sedemikan rupa agar tidak menyulitkan bagi user di lapangan.
Metode konversi dapat mempermudah pengenalan
teknologi informasi yang baru ke dalam organisasi. Terdapat empat metode
konversi sistem, yaitu sebagai berikut.
1. Konversi
Langsung (Direct Conversion)
Konversi langsung merupakan pengimplementasian
sistem baru dan pemutusan jembatan sistem lama, yang biasa disebut pendekatan cold
turkey. Cara ini merupakan yang paling beresiko, tetapi murah. Apabila
konversi telah dilakukan, maka tidak ada cara untuk kembali ke sistem lama.
Asumsi dari penggunaan sistem ini diantaranya:
- Data sistem yang lama bisa digantikan sistem yang baru;
- Sistem yang lama sepenuhnya tidak bernilai;
- Sistem yang barn bersifat kecil atau sederhana atau keduanya; dan
- Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama, dan perbandingan antara sistem-sistem tersebut tidak berarti.
2. Konversi
Paralel (Parallel Conversion)
Konversi paralel adalah suatu pendekatan dimana
baik sistem lama dan baru beroperasi secara serentak untuk beberapa période
waktu. Setelah melalui masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima
untuk menggantikan sistem lama, maka sistem lama segera dihentikan. Output dari
masing-masing sistem tersebut dibandingkan dan perbedaanya direkonsiliasi.
Sistem ini paling aman digunakan, namun membutuhkan biaya yang paling mahal.
Besarnya biaya digunakan untuk penduplikasian fasilitas-fasilitas dan biaya
personel yang memelihara sistem rangkap tersebut.
3. Konversi
Bertahap (Phase-In Conversion)
Konversi dilakukan dengan menggantikan suatu
bagian dari sistem lama dengan sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang
baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tak terjadi masalah,
modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang
lain. Metode konversi bertahap menghindarkan dari resiko yang ditimbulkan oleh
konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk
mengasimilasi perubahan. Sistem harus disegmentasi sebelum menggunakan metode phase-in.
Kelebihan dari sistem konversi ini adalah
kecepatan perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimasi, dan
sumber-sumber pemrosesan data dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama
période waktu yang luas. Sementara, kelemahannya, antara lain adanya keperluan
biaya yang harus diadakan untuk mengembangkan interface temporer
dengan sistem lama, daya terapnya terbatas, dan terjadi kemunduran semangat di
organisasi, sebab orang-orang tidak pernah merasa menyelesaikan sistem.
4. Konversi
Pilot (Pilot Conversion)
Pendekatan ini dilakukan dengan menerapkan sistem
baru hanya pada lokasi tertentu yang diperlakukan sebagai pelopor. Jika
konversi ini dianggap berhasil, maka akan diperluas ke tempat-tempat yang lain.
Ini merupakan pendekatan dengan biaya dan risiko yang rendah. Dengan metode
Konversi Pilot, hanya sebagian dari organisasi yang mencoba mengembangkan
sistem baru. Kalau metode phase-in mensegmentasi sistem, metode pilot
mensegmentasi organisasi.
No comments:
Post a Comment