Wednesday, September 12, 2012

Fenomena Kegagalan Organisasi


Fenomena Kegagalan Konversi Sistem di Suatu Organisasi

Konversi sistem merupakan tahapan yang digunakan untuk mengoperasikan sistem baru dalam rangka menggantikan sistem lama atau proses pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Derajat kesulitan dan kompleksitas dalam pengkoversian dari sistem lama ke baru tergantung pada sejumlah faktor. Jika sistem baru merupakan paket perangkat lunak terbungkus (canned) yang akan berjalan pada komputernya yang baru, maka konversi akan relatif lebih mudah. Sementara jika konversi memanfaatkan perangkat lunak terkustomisasi baru, database baru, perangkat komputer dan perangkat lunak kendali baru, jaringan baru dan perubahan drastis dalam prosedurnya, maka konversi menjadi agak sulit dan menantang.
Sering kali organisasi melakukan kesalahan dalam melakukan pengalihan dari suatu sistem lama ke sistem baru (konversi sistem), dan hal ini tentunya dapat berakibat fatal bagi organisasi. Fenomena ini terjadi karena dengan adanya perubahan dari sistem lama ke sistem baru maka akan terjadi keadaan dimana karyawan menghadapi masa transisi, yaitu keharusan menjalani adaptasi yang dapat berupa adaptasi teknikal (skill, kompetensi, proses kerja), kultural (perilaku, mind set, komitment) dan politikal (munculnya isu efisiensi karyawan/PHK, sponsorship/dukungan top management). Dengan adanya ketiga hal ini maka terjadi saling tuding di dalam organisasi, dimana manajemen puncak menyalahkan bawahan yang bertanggung jawab, konsultan, vendor bahkan terkadang peranti teknologi informasi itu sendiri.
Penyebab kegagalan ini juga dapat berasal dari tiga stakeholder utama organisasi/perusahaan, yaitu manajemen, vendor dan user. Kurangnya dukungan dan komitmen dari pimpinan puncak dan manajemen perusahaan, sehingga inisiatif sistem baru yang digulirkan berjalan dengan tersendat-sendat menyebabkan terjadinya kegagalan konversi sistem. Selain itu, perencanaan yang disusun oleh pihak manajemen buruk, sehingga ketika ingin dieksekusi mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Faktor kegagalan konversi sistem yang disebabkan oleh vendor adalah kurangnya pengalaman dari vendor maupun orang yang ditugaskan untuk mengimplementasikan sistem baru tersebut terutama untuk ruang lingkup penugasan serupa di industri yang sejenis. Vendor terkadang juga melakukan kesalahan dalam usaha membantu manajemen dalam mendefinisikan kebutuhannya, sehingga ketika sistem baru tersebut diterapkan, tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan oleh para stakeholder terkait. Sementara dari pihak user, diketahui bahwa kegagalan konversi sistem umumnya disebabkan oleh ketidakinginan user untuk merubah cara kerja dalam beraktivitas sehari-hari, sehingga selalu menentang segala bentuk aplikasi sistem baru tersebut, yang pada dasarnya membutuhkan keinginan dan kemampuan untuk bekerja dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Tinggi rendahnya resiko keberhasilan proses konversi sistem informasi sangat dipengaruhi oleh lima aspek, yaitu aspek data, aspek aplikasi, aspek teknologi, aspek manusia, dan aspek kebijakan. Untuk memperkecil resiko yang ada, maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut.
  1. Lihat kembali dan koreksi visi yang ingin di bangun, pelajari implementasi apa yang belum maksimal dan latih sumber daya manusia agar mampu mengoptimalkan peranti yang sudah dibeli. Hal ini hanya akan mungkin untuk dilaksanakan apabila pimpinan perusahaan mengetahui tentang teknologi informasi, sehingga lebih paham apa yang ingin dicapai perusahaannya dengan mengaplikasikan teknologi informasi ini.
  2. Harus menciptakan sinergisme diantara subsistem-subsistem yang mendukung pengoperasian sistem, sehingga akan terjadi kerjasama secara terintegrasi diantara subsistem-subsistem ini. Biasanya para perancang sistem ini akan mulai pada tingkat perusahaan, selanjutnya turun ke tingkat-tingkat sistem.
  3. Para perancang sistem informasi harus menyadari bagaimana rasa takut di pihak pegawai maupun manajer dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proyek pengembangan dan sistem operasional. Manajemen perusahaan, dibantu oleh spesialis informasi, dapat mengurangi ketakutan ini dan dampaknya yang merugikan dengan mengambil empat langkah, yaitu: 1) menggunakan komputer sebagai suatu cara mencapai peningkatan pekerjaan (job enhancement); 2) Menggunakan komunikasi awal untuk membuat pegawai terus menyadari maksud perusahaan; 3) Membangun hubungan kepercayaan antara pegawai, spesialisasi informasi dan manajemen; dan 4) Menyelaraskan kebutuhan pegawai dengan tujuan perusahaan.
  4. Agar kesalahan konversi sistem lama ke sistem baru tidak terjadi, maka: sistem yang dikembangkan harus  sesuai dengan kebutuhan dan keinginan user; user training diberikan secara lengkap, terpadu, mudah dipahami oleh end user dan harus menarik; komputerisasi perlu dibarengi dengan bussiness re-engineering process agar terjadi efisisiensi dan efektivitas operasi dalam perusahaan; dan conversion method harus ditetapkan sedemikan rupa agar tidak menyulitkan bagi user di lapangan.
Metode konversi dapat mempermudah pengenalan teknologi informasi yang baru ke dalam organisasi. Terdapat  empat metode konversi sistem, yaitu sebagai berikut.

 
1.       Konversi Langsung (Direct Conversion)
Konversi langsung merupakan pengimplementasian sistem baru dan pemutusan jembatan sistem lama, yang biasa disebut pendekatan cold turkey. Cara ini merupakan yang paling beresiko, tetapi murah. Apabila konversi telah dilakukan, maka tidak ada cara untuk kembali ke sistem lama. Asumsi dari penggunaan sistem ini diantaranya:
  • Data sistem yang lama bisa digantikan sistem yang baru;
  • Sistem yang lama sepenuhnya tidak bernilai;
  • Sistem yang barn bersifat kecil atau sederhana atau keduanya; dan
  • Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama, dan perbandingan antara sistem-sistem tersebut tidak berarti.
2.       Konversi Paralel (Parallel Conversion)
Konversi paralel adalah suatu pendekatan dimana baik sistem lama dan baru beroperasi secara serentak untuk beberapa période waktu. Setelah melalui masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima untuk menggantikan sistem lama, maka sistem lama segera dihentikan. Output dari masing-masing sistem tersebut dibandingkan dan perbedaanya direkonsiliasi. Sistem ini paling aman digunakan, namun membutuhkan biaya yang paling mahal. Besarnya biaya digunakan untuk penduplikasian fasilitas-fasilitas dan biaya personel yang memelihara sistem rangkap tersebut.
3.       Konversi Bertahap (Phase-In Conversion)
Konversi dilakukan dengan menggantikan suatu bagian dari sistem lama dengan sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tak terjadi masalah, modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang lain. Metode konversi bertahap menghindarkan dari resiko yang ditimbulkan oleh konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk mengasimilasi perubahan. Sistem harus disegmentasi sebelum menggunakan metode phase-in.
Kelebihan dari sistem konversi ini adalah kecepatan perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimasi, dan sumber-sumber pemrosesan data dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama période waktu yang luas. Sementara, kelemahannya, antara lain adanya keperluan biaya yang harus diadakan untuk mengembangkan interface temporer dengan sistem lama, daya terapnya terbatas, dan terjadi kemunduran semangat di organisasi, sebab orang-orang tidak pernah merasa menyelesaikan sistem.
4.       Konversi Pilot (Pilot Conversion)
Pendekatan ini dilakukan dengan menerapkan sistem baru hanya pada lokasi tertentu yang diperlakukan sebagai pelopor. Jika konversi ini dianggap berhasil, maka akan diperluas ke tempat-tempat yang lain. Ini merupakan pendekatan dengan biaya dan risiko yang rendah. Dengan metode Konversi Pilot, hanya sebagian dari organisasi yang mencoba mengembangkan sistem baru. Kalau metode phase-in mensegmentasi sistem, metode pilot mensegmentasi organisasi.

No comments:

Post a Comment